Rabu, 24 Januari 2018

Hampa

Tidaklah sulit memahami dosa,
Tanyalah pada hati tanpa noda,
Jiwa yang jauh dari prasangka,
Dan pikiran tanpa persepsi, merdeka,

Tapi banyaklah jenis manusia,
Ada yang acuh dan pura pura lupa,
Ada yang hijrah dan meninggalkan semua,
Dan diantara keduanya ada yang merana,

Ia tak acuh pun tak hijrah,
Ia diam dan ragu pada bicara,
Hanya sesekali jika ada lawan bicara,
Tubuh dan jiwanya lengang,

Jiwanya yang berkecamuk,
Dan pikiranya jadi medan perang,
Tahu dosa tapi tak pandai meninggalkan,
Kemudian ia jadi mahluk gentayangan,

Ia adalah hampa diluar,
Sedang hatinya adalah medan perang,
Ia ragu sepanjang jalan,
Berhenti tak maju tak mundur,
Melayang pada ruang Hampa

Senin, 22 Januari 2018

AKU

Mengeluhlah aku padaku,
Sepuasku hingga waktu berlalu,
Janganlah aku menggnti dengan kamu atau mereka,
Biarkan terbatas pada ruangku,

Biarkan aku setiap renungku,
Membeku pada singgasana kelabu,
Berdirilah pada ruang gema dan cermin,
Sehingga keluhku kembali padaku,

Karena kamu dan mereka,
Adalah ruang kritis untuk kamu dan mereka,
Biarlah aku dicaci olehku,
Tapi jangan kamu atau mereka,

Tapi ingatlah aku,
Jangan kau padamkan lilin asaku,
Supaya setiap keluhku,
Akan kembali kepada usahaku,

Jikalau aku sudah tak mampu menerimaku,
Tataplah cermin bayanganku,
Katakan Aku bukanlah aku
Aku adalah ciptaNya,
Maka tunduklah aku, memuja memuji meminta padaNya.

Senin, 15 Januari 2018

Hilang

Sajaku hilang,
Tenggelam bersama bait bait yang pudar,
Kau yang biasa hadir pada gelisah,
Kini menghujam bersama jarum jam,
Yang turun dari puncak penanda hari baru,

Betapa kumerindu,
Dinginya subuh bersama panggilan suci,
Dari pencipta semesta dunia,
Yang dibumbu angin sejuk membelai,

Lelaplah, aku

Selasa, 09 Januari 2018

PEMBENARAN

Tertunduk insan diwajah bumi yang suram,
Melolong sana sini pada hari bingar,
Mencari ketenangan didalam jeritnya,
Mencaci jauh yang gaduh mulutnya,

Dia gelisah karena ingkar,
Menuntut tenang dari penyangkalanya,
Gaduh, gundah camuk hatinya,
Iya sobek panji kebenaran untuk mengibarkan pembenaran,

Sungguh telah pecah seluruh cermin,
Tak lagi bersolek untuk meperindah,
Hanya air beriak cerminanya,
Goyang buram dan bergelombang,

Sewindu berlalu,
Cermin telah hilang darinya,
Kecuali air yang sekarang ia benarkan,
Sebagai refleksi kebenaran hidupnya.

Iapun kehilangan hakikat,
Membangun duplikat,
Setiap siapa coba memperingat,
Ia cambuk dengan mulut bersilat.

Sabtu, 06 Januari 2018

KESIANGAN

Mingguku kelabu,
Dimulai dari kelopak membiru,
Langit kelabu,
Dan isi dompet yang tinggal seribu,

Ku usap mukaku dengan tangan,
Kutengok sekeliling kamar,
Kudapati jendela yang berlinang linang,
Sial aku kesiangan,

Kujamah teman tidurku semalam,
Mencari cari kaca yang hilang,
Agar mataku tak lagi buram,
Bangunlah aku kutengok laptop lalu suram,

Ditemani secangkir kopi yang kusam,
Bertengger lagi berjam jam,
Hilang sudah pagiku sayang,
Tinggal mulut yang masam,

Kukiram masam ini hilang,
Sampai hitam gigiku,
Sial ampas kopi kutelan,
Hah kuingat kembali hari liburku hilang.

Jumat, 05 Januari 2018

Malam dan Pagi

Karena dialah malam,
Yang memberikan kepedihan,
Dan aku yang terbuai olehnya,
Dalam ruang mimpi yang menyesatkan,

Candumu aku ingin tinggalkan,
Biarkanku berpaling pada pagi,
Pagi yang menjanjikan fajar,
Bukan kau yang menjajikan mimpi,

Teruntuk pagi,
Aku ingin sekali lagi dicintai,
Peganglah tanganku,
Jangan biarkan aku kembali pada malam

Dan untuk malamku,
Aku tak pernah membencimu,
Hanya saja aku ingin,
Kau tetaplah bersama raga yang ditinggal jiwa.

Kamis, 04 Januari 2018

DUKA DUA

Tiada rasa yang tersimpan,
Semua nampak pada mata hati,
Seperti lelah sudah aku berlari,
Memaling muka hanya berpura belaka,

Meyakinkan diri dari yang terjadi,
Aku lebih memilih menerima,
Dihadapan tuhan dan minta ampunan,
Tapi daya memaksa raga bercerita,

Melawan tak tau menang atau karam,
Menunggu hanya jadi sebab pilu,
Merekah dada sudah diujungnya,
Menahan lentusan murka di dada,

Ah aku nekad saja,
Daripada kerja paksa,
Dan mati oleh kecewa,
Hidup pula tak pernah tertawa,
Kecuali sebuah sandiwara.

DUKA

Tak ada yang lebih menyiksa daripada ini,
Perang antara cita dan keraguan,
Derunya menggema otak,
Getarnya menggoyah jiwa,
Dan silatnya menusuk jantung,

Pikirku melayang diantara ketidakpastian,
Nyaliku menciut keriput,
Menyisakan tulang yang bergetar,
Tiba tiba aku menua,
Tak punya nyali melawan dunia,

Tubuhku membeku,
Terjepit antara realita dan mimpi,
Sungguh sakit, aku ingin pergi,
Bergerak bebas tanpa memikirkan,
Beban yang tak seharusnya,

Apakah ini keluhan,
Atau penyakit yang menggerogoti jiwa,
Aku pinta keadilan,
Tunjukilah aku pada keadilan,
Aku bosan muak dan pedih.

Senin, 01 Januari 2018

Rindu Bahagia

Kita seruang sewaktu,
Dilorong lorong sempit itu kami bergerak sejalan,
Dilorong itu pula kami bergerak masing masing,
Yang terlihat atau dibalut rasa kantuk,

Nampak muka muka yang merindu wanginya pembaringan,
Sedang aku harus merindu apa,
Rasanya lelah menolaku, dan sepi memeluku,
Aku ingin bebas dari rutinitas,

Jikalau aku malas,
Maka aku ingin dipecut,
Jikalau aku pengecut,
Maka aku ingin sembuh lekas.