Kamis, 06 Desember 2018

Pengecut

Keputusan,
Bagimana orang orang itu mampu memutuskan,
Bagiku terlalu berat, terlalu banyak pertimbangan,
Atau sebenernya aku pengecut,

Dimana aku bisa menemukan keyakinan,
Aku masih terus mencari,
Diantara dua sisi yang berbeda,
Aku menunggu salah satunya,
Tapi Bahkan keduanya tak ada,

Lalu bagaimana aku memutuskan,
Aku bukan sang pemberani,
Yang siap mati,
Tanpa tujuan pasti

Senin, 12 November 2018

BEBAN

Tentang jodoh, bukan aku tak mau, bukan belum ada atau aku sedang menunggu.? Halangan terbesarku saat ini adalah ketakutan, aku begitu mengkhawatirkan orangtuaku pun pada calon istriku yang tak tau siapa, aku takut kalau kalau mereka nantinya tidak bisa aku urus. Ya seorang yang begitu percaya pada Tuhan dia pasti yakin bahwa semua sudah diatur dan tak akan terlalaikan, akupun percaya dan meyakininya, tapi sifatku manusia yang pasti terpengaruh oleh kenyataan, kenyataan bahwa pada akhirnya mereka yang selama ini begitu yakin dengan pernikahan tanpa pikir panjang hanya menyisakan beban yang kemudian harus ditanggung lagi oleh orang tua, bukan sekedar masalah memberi harta yang tak ada, bahkan terkadang merekapun menjadi fakir jiwa menambah beban pikiran orangtua, sungguh aku takut membebani orangtua, apalagi hari ini harta dan jiwaku belum kaya.

Orang boleh bicara panjang lebar tentang teorinya bahkan bacaanya begitu banyak, tapi Tuhan juga menyuruhku berfikir, berjaga jaga, aku pikir kondisiku sekarang juga bagian dari rencana Tuhan, karena setiap doakupun selalu meminta disiapkan, dimudahkan, dan disegerakan, tapi apa daya keyakinan yang kupinta belum jua terlaksana.

Aku sungguh tak ingin menjadi orang yang terlalu nekat, minimal jangan sampai aku melangkah dengan prisnsip "jalani saja" buatku itu seperti orang buta, ketakutanku bukan tak beralasan, seperti yang kubilang aku melihat, mendengar dan merasakan orang orang disekelilingku yang ketika berbicara sangat bijak, namun pada kenyataanya seolah olah mereka justru larut pada kesibukan mereka sendiri tanpa memikirkan dampak dan tanpa memikirkan apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab mereka, dalam kondisi seperti ini kewarasanku kemudian mengatakan jika mereka semua begitu apakah aku harus menjadi sama, kemudian siapa yang akan memikirkan hal yang seharusnya dipikirkan karena kita hidup bukan hanya dengan pasangan kita punya hubungan yang lain yang sama sama punya kewajiban disana, tak mungkin dengan penglihatanku ini aku acuh, setidaknya untuku jangan sampai aku berkata "yah ini memang sidah takdir" aku hanya ingin lebih berusaha, tapi tak satupun yang mampu melihat, sehingga memberikanku keringanan, inilah alasan dan beban terberatku untuk bertahan pada kondisi ini.

Aku masih menunggu jawaban, sebuah pencerahan, sebuah pertolongan, dan sebuah moment dimana aku bisa terlepas dari pikiran ini. Aku bisa saja bilang aku pasti bisa menjalaninya tapi itu ucapan hari ini dimana kekhawaatiranku belum benar benar terjadi, bagaimana jika itu terjadi dan aku menjadi khilaf untuk mempertanggungjawabkan apa yang harus ku pertanggungjawabkan, apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab seorang yang menjadi suami, anak, saudara dan mungkin orang tua pada akhirnya.

Minggu, 11 November 2018

Sebuah Pinta padaMu

Kenapa aku marah, kepada siapa aku marah tak satupun jawaban aku dapat hanya emosi yang memuncak pada apa saja yang dihadapanku, bertanyalah aku lebih dalam pada moment kesunyian dan kekhusuan, dan setelahnya akupun sadar bahwa aku marah pada diriku sendiri yang tak kunjung memutuskan kemana aku harus pergi.

Aku tak mau terus menerus terjebak dilubang ini, lubang yang begitu menyiksaku, dada ini sesak, mulutku, bibirku, dan lidahku begitu kelu, bahkan senyumpun mampu kuhitung dengan jari pada satu purnama, aku terus menerus bertanya apa sebenarnya yang aku inginkan dan perlukan, apakah sekedar bersenang senang atau gairah kehidupan dengan tujuan.

Jalan apa yang harus ku pilih, aku takut terjerumus pada jalan yang salah dan aku sudah tidak betah berdiam disini, seperti sudah tak sanggup menunggu, sungguh keraguan yang ada dalam hatiku, sungguh aku tak kunjung yakin dan berani memutuskan jalan, disatu sisi aku takut tak mampu menjalani prosesnya dan gagal kemudian aku terbuang pada realistas yang tak pernah kompromi pada kebenaran karena selalu memandang keberhasilan, disisi lain akupun tak mau jika harus berhasil dengan proses dan jalan yang salah.

Tidak satupun orang yang menolongku, yang sanggup dan bersedia menerimaku manakala aku jatuh sehingga aku berani mengambil resiko. Aku sendirian terjebak dengan kaki yang kaku untuk melangkah, waktu terus mendorongku mendesaku, semakin sempit ruang geraku sudah tak mungkin bisa aku kembali, namun didepan ada persimpangan yang begitu sulit untuku memutuskan kemana kaki ini akan kupijakan.

Tuhan tolong aku, sudah tak ada lagi manusia yang peduli padaku, hanya Engkau satu satunya harapanku, berikanlah setitik terang cahayaMu agar pudar segala keragu raguanku, sehingga langkah ini bukan semata mata karena kenekatan dan desakan tapi benar benar karena keyakinan.

Rabu, 07 November 2018

KERAGUAN

Bangun, bergerak, berekspresi, lelah dan kemudian tidur, berulang setiap hari hingga saat ini. Entah sejak kapan aku mulai merasa kebingungan kehilangan seluruh arah dan tujuan, barangkali semua ini tidak datang begitu saja, semua datang perlahan lahan, sedikit demi sedikit dimulai dari pertanyaan kecil pada setiap apa yang aku lakukan, pertanyaan tentang apakah semua yang kulakukan benar atau sebenarnya aku terjebak pada realitas orang lain dan bukan lagi pada diriku sendiri.  Perlahan seiring dengan kehidupan yang tak mungkin diberhentikan hanya untuk menunggu satu pertanyaan terjawab dan puncaknya pertanyaan pertanyaan ini menggunung kemudian aku tak tahu lagi harus memulai dari mana aku mencari jawaban, maka aku singkat semua kondisiku ini dengan kata keraguan.

Tidak pula aku tak berusaha untuk menelusuri jalan yang menyesatkan ini dengan bertanya tentang apa dan bagaimana kepada setiap orang yang kutemui, hanya saja tak satupun jawaban memuaskan batin, selalu saja semua berakhir dengan abstrak seolah olah ada jawaban namun sebenarnya tidak, aku lebih sering menyerah dengan kata iya kepada jawaban jawaban yang klise, naif dan kadang kadang kurang realistis bak seorang pujangga yang sedang menggombali calon korbanya. Mulai dari sini selain keraguan akhirnya aku berjumpa pada kesepian, seperti tak ada satu orangpun yang mampu senada dengan pembicaraanku, lebih banyak aku temui orang orang yang justru lebih mirip motivator daripada mentor dan pencarian ini masih berlanjut aku belum menyerah hanya sedang lelah untuk berdialog, dan ini menjadi alasan kenapa malam ini aku mencoret coret blog.

Bersambung.....


Rabu, 17 Oktober 2018

KEMANA

Kemana perginya cinta,
Tak ada lagi direlung jiwa,
Terlalu lamakah aku menyepi,
Atau aku yang sudah tak peduli,

Sepenggal kalimat tanya,
Apakah aku harus memaksa?
Tiada hati menurut pada kata kata
Jiwa ini tak pantas dipaksa

Bukan maksud sengaja menyendiri,
Tiada jiwa yang senang pada sepi,
Aku masih menunggu dan menanti,
Pada bau cinta yang mewangi,

Tak pula aku sedang menimang nimang nostalgia,
Sudah lama kenangan aku anggap hanya cerita,
Sudah kubilang berkali kali,
Aku tak kuasa memaksa cinta pada diri dan hati,


Kamis, 11 Oktober 2018

Pertanyaan

Jikalau semua manusia mempunyai kedudukan yang sama, maka apakah pantas sebagian dari kita kemudian menentukan nilai nilai kemanusiaan, menentukan nilai nilai kebaikan mendefinisikan baik dan buruk, yang superior mengatur cara hidup inferior, jika demikian maka dimana makna dari kesetaraan. Belakangan ini aku mulai menyadari bahwa keputusan yang disepakati bersama ternyata bukanlah tolok ukur kebenaran untuk nilai nilai yang bersifat tetap, sebut saja HAM, bagaimana setiap orang kemudian dengan sekehendak hati menentukan apa itu HAM hanya karena mereka memiliki kekuatan dan kekuasaan, kemudian mengabaikan suara suara kaum lemah yang tidak memiliki suara. 
Bahwa jika kita sebenarnya tetap membutuhkan definisi tentang baik dan buruk sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan maka sangat tidak adil jika kita menggunakan referensi dari sekelompok manusia yang dianggap lebih superior dari kebanyakan, tapi pada hakikatnya merekapun sama sama tak paham darimana kita berasal dan untuk apa kita diciptakan dan apa sebenarnya kita ini, merekapun semua hanya menerka nerka mana yang baik dan mana yang buruk menurut pengalaman hidup sehingga banyak sekali kemudian pertanyaan pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh manusia dikarenakan setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda.

Rabu, 10 Oktober 2018

KEGELISAHAN

Setiap hari adalah kebosanan, seribu pertanyaan berkumpul bak sebuah benang kusut yang aku tak mampu menemukan pola untuk mengurainya, aku tak punya ghirah, aku selalu bingung untuk menjawab apa yang harus kulakukan esok, puncaknya adalah kegelisahan yang membuatku menjadi penikmat malam, penikmat ruang gelap berukuran 3 x 3 meter, disini dulu aku memulai mimpi yang menggebu, disini pula aku sekarang tersesat dari jalan.
Kuhabiskan waktu meminum kopi, menghisap tembakau, bermain apapun ku lakukan untuk membunuh kebosanan dan dan melupakan kegelisahan, berharap waktu akan menjawab seluruh pertanyaanku, semoga semua terjawab sebelum tubuhku ku rusak oleh semua kebiasaan ini.
Aku hanya berharap semua ini bukan sebab rasa kesepian, jika demikian maka mungkin akan sulit bagiku menyembuhkan, sudah lama aku tak bersua bercanda dan bercerita kepada siapapun, sudah kucoba tapi tak ada yang mampu menjadi lawan bicaraku, semua seakan tak memuaskanku, semua tak bisa seperti yang kuharapkan, bahkan kadang aku berfikir mungkin aku butuh kasih sayang, namun sedemikan rasa ku paksakan tiada satupun yang mampu menembus rasaku. 
Kadang kadang aku juga berfikir apakah aku sudah gila. Aku tetap berharap segera mendapat jawabanya, dan semoga malam ini aku bisa mengucapkan selamat tidur untuk yang akhir akhir ini selalu menemani insomniaku ''KEGELISAHAN".