Tentang jodoh, bukan aku tak mau, bukan belum ada atau aku sedang menunggu.? Halangan terbesarku saat ini adalah ketakutan, aku begitu mengkhawatirkan orangtuaku pun pada calon istriku yang tak tau siapa, aku takut kalau kalau mereka nantinya tidak bisa aku urus. Ya seorang yang begitu percaya pada Tuhan dia pasti yakin bahwa semua sudah diatur dan tak akan terlalaikan, akupun percaya dan meyakininya, tapi sifatku manusia yang pasti terpengaruh oleh kenyataan, kenyataan bahwa pada akhirnya mereka yang selama ini begitu yakin dengan pernikahan tanpa pikir panjang hanya menyisakan beban yang kemudian harus ditanggung lagi oleh orang tua, bukan sekedar masalah memberi harta yang tak ada, bahkan terkadang merekapun menjadi fakir jiwa menambah beban pikiran orangtua, sungguh aku takut membebani orangtua, apalagi hari ini harta dan jiwaku belum kaya.
Orang boleh bicara panjang lebar tentang teorinya bahkan bacaanya begitu banyak, tapi Tuhan juga menyuruhku berfikir, berjaga jaga, aku pikir kondisiku sekarang juga bagian dari rencana Tuhan, karena setiap doakupun selalu meminta disiapkan, dimudahkan, dan disegerakan, tapi apa daya keyakinan yang kupinta belum jua terlaksana.
Aku sungguh tak ingin menjadi orang yang terlalu nekat, minimal jangan sampai aku melangkah dengan prisnsip "jalani saja" buatku itu seperti orang buta, ketakutanku bukan tak beralasan, seperti yang kubilang aku melihat, mendengar dan merasakan orang orang disekelilingku yang ketika berbicara sangat bijak, namun pada kenyataanya seolah olah mereka justru larut pada kesibukan mereka sendiri tanpa memikirkan dampak dan tanpa memikirkan apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab mereka, dalam kondisi seperti ini kewarasanku kemudian mengatakan jika mereka semua begitu apakah aku harus menjadi sama, kemudian siapa yang akan memikirkan hal yang seharusnya dipikirkan karena kita hidup bukan hanya dengan pasangan kita punya hubungan yang lain yang sama sama punya kewajiban disana, tak mungkin dengan penglihatanku ini aku acuh, setidaknya untuku jangan sampai aku berkata "yah ini memang sidah takdir" aku hanya ingin lebih berusaha, tapi tak satupun yang mampu melihat, sehingga memberikanku keringanan, inilah alasan dan beban terberatku untuk bertahan pada kondisi ini.
Aku masih menunggu jawaban, sebuah pencerahan, sebuah pertolongan, dan sebuah moment dimana aku bisa terlepas dari pikiran ini. Aku bisa saja bilang aku pasti bisa menjalaninya tapi itu ucapan hari ini dimana kekhawaatiranku belum benar benar terjadi, bagaimana jika itu terjadi dan aku menjadi khilaf untuk mempertanggungjawabkan apa yang harus ku pertanggungjawabkan, apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab seorang yang menjadi suami, anak, saudara dan mungkin orang tua pada akhirnya.
“Bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyian masing-masing” - Chairil Anwar
Senin, 12 November 2018
Minggu, 11 November 2018
Sebuah Pinta padaMu
Kenapa aku marah, kepada siapa aku marah tak satupun jawaban aku dapat hanya emosi yang memuncak pada apa saja yang dihadapanku, bertanyalah aku lebih dalam pada moment kesunyian dan kekhusuan, dan setelahnya akupun sadar bahwa aku marah pada diriku sendiri yang tak kunjung memutuskan kemana aku harus pergi.
Aku tak mau terus menerus terjebak dilubang ini, lubang yang begitu menyiksaku, dada ini sesak, mulutku, bibirku, dan lidahku begitu kelu, bahkan senyumpun mampu kuhitung dengan jari pada satu purnama, aku terus menerus bertanya apa sebenarnya yang aku inginkan dan perlukan, apakah sekedar bersenang senang atau gairah kehidupan dengan tujuan.
Jalan apa yang harus ku pilih, aku takut terjerumus pada jalan yang salah dan aku sudah tidak betah berdiam disini, seperti sudah tak sanggup menunggu, sungguh keraguan yang ada dalam hatiku, sungguh aku tak kunjung yakin dan berani memutuskan jalan, disatu sisi aku takut tak mampu menjalani prosesnya dan gagal kemudian aku terbuang pada realistas yang tak pernah kompromi pada kebenaran karena selalu memandang keberhasilan, disisi lain akupun tak mau jika harus berhasil dengan proses dan jalan yang salah.
Tidak satupun orang yang menolongku, yang sanggup dan bersedia menerimaku manakala aku jatuh sehingga aku berani mengambil resiko. Aku sendirian terjebak dengan kaki yang kaku untuk melangkah, waktu terus mendorongku mendesaku, semakin sempit ruang geraku sudah tak mungkin bisa aku kembali, namun didepan ada persimpangan yang begitu sulit untuku memutuskan kemana kaki ini akan kupijakan.
Tuhan tolong aku, sudah tak ada lagi manusia yang peduli padaku, hanya Engkau satu satunya harapanku, berikanlah setitik terang cahayaMu agar pudar segala keragu raguanku, sehingga langkah ini bukan semata mata karena kenekatan dan desakan tapi benar benar karena keyakinan.
Aku tak mau terus menerus terjebak dilubang ini, lubang yang begitu menyiksaku, dada ini sesak, mulutku, bibirku, dan lidahku begitu kelu, bahkan senyumpun mampu kuhitung dengan jari pada satu purnama, aku terus menerus bertanya apa sebenarnya yang aku inginkan dan perlukan, apakah sekedar bersenang senang atau gairah kehidupan dengan tujuan.
Jalan apa yang harus ku pilih, aku takut terjerumus pada jalan yang salah dan aku sudah tidak betah berdiam disini, seperti sudah tak sanggup menunggu, sungguh keraguan yang ada dalam hatiku, sungguh aku tak kunjung yakin dan berani memutuskan jalan, disatu sisi aku takut tak mampu menjalani prosesnya dan gagal kemudian aku terbuang pada realistas yang tak pernah kompromi pada kebenaran karena selalu memandang keberhasilan, disisi lain akupun tak mau jika harus berhasil dengan proses dan jalan yang salah.
Tidak satupun orang yang menolongku, yang sanggup dan bersedia menerimaku manakala aku jatuh sehingga aku berani mengambil resiko. Aku sendirian terjebak dengan kaki yang kaku untuk melangkah, waktu terus mendorongku mendesaku, semakin sempit ruang geraku sudah tak mungkin bisa aku kembali, namun didepan ada persimpangan yang begitu sulit untuku memutuskan kemana kaki ini akan kupijakan.
Tuhan tolong aku, sudah tak ada lagi manusia yang peduli padaku, hanya Engkau satu satunya harapanku, berikanlah setitik terang cahayaMu agar pudar segala keragu raguanku, sehingga langkah ini bukan semata mata karena kenekatan dan desakan tapi benar benar karena keyakinan.
Rabu, 07 November 2018
KERAGUAN
Bangun, bergerak, berekspresi, lelah dan kemudian tidur, berulang setiap hari hingga saat ini. Entah sejak kapan aku mulai merasa kebingungan kehilangan seluruh arah dan tujuan, barangkali semua ini tidak datang begitu saja, semua datang perlahan lahan, sedikit demi sedikit dimulai dari pertanyaan kecil pada setiap apa yang aku lakukan, pertanyaan tentang apakah semua yang kulakukan benar atau sebenarnya aku terjebak pada realitas orang lain dan bukan lagi pada diriku sendiri. Perlahan seiring dengan kehidupan yang tak mungkin diberhentikan hanya untuk menunggu satu pertanyaan terjawab dan puncaknya pertanyaan pertanyaan ini menggunung kemudian aku tak tahu lagi harus memulai dari mana aku mencari jawaban, maka aku singkat semua kondisiku ini dengan kata keraguan.
Tidak pula aku tak berusaha untuk menelusuri jalan yang menyesatkan ini dengan bertanya tentang apa dan bagaimana kepada setiap orang yang kutemui, hanya saja tak satupun jawaban memuaskan batin, selalu saja semua berakhir dengan abstrak seolah olah ada jawaban namun sebenarnya tidak, aku lebih sering menyerah dengan kata iya kepada jawaban jawaban yang klise, naif dan kadang kadang kurang realistis bak seorang pujangga yang sedang menggombali calon korbanya. Mulai dari sini selain keraguan akhirnya aku berjumpa pada kesepian, seperti tak ada satu orangpun yang mampu senada dengan pembicaraanku, lebih banyak aku temui orang orang yang justru lebih mirip motivator daripada mentor dan pencarian ini masih berlanjut aku belum menyerah hanya sedang lelah untuk berdialog, dan ini menjadi alasan kenapa malam ini aku mencoret coret blog.
Bersambung.....
Tidak pula aku tak berusaha untuk menelusuri jalan yang menyesatkan ini dengan bertanya tentang apa dan bagaimana kepada setiap orang yang kutemui, hanya saja tak satupun jawaban memuaskan batin, selalu saja semua berakhir dengan abstrak seolah olah ada jawaban namun sebenarnya tidak, aku lebih sering menyerah dengan kata iya kepada jawaban jawaban yang klise, naif dan kadang kadang kurang realistis bak seorang pujangga yang sedang menggombali calon korbanya. Mulai dari sini selain keraguan akhirnya aku berjumpa pada kesepian, seperti tak ada satu orangpun yang mampu senada dengan pembicaraanku, lebih banyak aku temui orang orang yang justru lebih mirip motivator daripada mentor dan pencarian ini masih berlanjut aku belum menyerah hanya sedang lelah untuk berdialog, dan ini menjadi alasan kenapa malam ini aku mencoret coret blog.
Bersambung.....
Langganan:
Postingan (Atom)