Minggu, 31 Desember 2017

Sahaja pagi

Samar samar bunyi kipas terdengar,
Memaksa kelopak terbuka,
Kulihat tiada jam, hanya gelap dan sepinya,
Lalu kuputuskan untuk bersahaja.

Sekali lagi kututup keramik dengan permadani,
Setelah kubilas muka dengan tiga genggam berkali kali,
Kukira indah namun tak terkira ini jadi ironi,
Aku didakwa oleh diriku lagi.

Sejuta alibi, sejuta ampun,
Aku tak berdaya lagi,
Hanya untaian maaf sembunyi sembunyi,
Semoga berakhir bersama santun.

Dibawah mega yang didirong surya,
Kulihat merekah batas diantara keduanya,
Aku mau apa lagi, selain kuseduh secangkir kopi, 
Kuharap pagiku lak melayang dan begitu saja pergi.

Sabtu, 30 Desember 2017

LUSUH


Ombak dia rapuh tapi gigih bahkan karangpun tak berdaya diterjangnya, ia perumpamaan bagi orang orang yang tak pantang menyerah orang lemah siapa tak mendamba di asosiasikan denganya. Motivatorpun tak segan menganalogikan ombak sebagai bahan cerita membangkitkan semangat orang orang lemah, bagiku si lemah kadang semangat seperti sebuah gunung yang meletus membara, menggelora tapi selayaknya sebuah gunung ketika laharnya sudah dimuntahkanya habis ia pun kembali tenang, sayup kokoh bak tak pernah membara. Bagiku yang lemah selalu melamuni mencari cara agar inginku segera tercapai, namun malang nian setan malas didadaku tak ijinkan setiap angan disampaikan pada kaki tangan dan badan, sehingga kepala ini tersumpat, ide ini tak mengalir kepada gerakan, seperti akan meletus berdenyut penuh angan tapi kosong yang berputar dikepala.
Aku pikir Ombak adalah terbaik namun aku lupa disana ada buih yang begitu menakutkan tampaknya namun ia hanya hasil percikan dari air yang mengamuk karang, sekejap muncul dari tumbuknya air dan karang seketikapun hilang, berulang ulang. aku masih menjadi buih muncul hilang muncul hilang aku seperti bosan, seperti muak dengan keadaan, tapi aku takut, jika aku memilih mundur apakah aku bisa jadi gelombang atau aku akan hanyut ke samudera tenang, yang bahkan kapalpun tak sudi berlayar, sungguh kebingungan ini menyusahkan, kepada siapa aku harus berpeluh, sedang akupun paham tempatku mengadu Tuhanku ia tak suka pada pemalas, ia tak suka pada orang orang yang diam, Tuhan berilah aku satu pecut saja sehingga kakiku masuk kepada jalan dimana aku dipaksa berjalan tak bisa berdiam, aku bosan. Ramai sekali kepalaku akhir akhir ini memikirkan apa dan bagaimana pundaku mulai rapuh kakiku mulai loyo, seberapapun hatiku tak sudi berhenti tapi beban ini semakin berat raga ini hampir musnah sepertinya. Akankah aku masuk surga jua jika aku pasrah kepada kemunafikan tapi sungguh akupun tak yakin sedangkan keningku saja tak mengapal, lututku saja lebih senang telentang daripada menekuk dihadapMu, apa aku akan sengsara diduni dan disana.
Aku sungguh menginginkan lembaran baru, dimana jiwaku tak lagi bergejolak, pilihkan padaku berikan padaku salah satu, jikalau Kau sudi beri aku keduanya maka itu adalah cita-cita, omongku ngelantur berputar putar akupun sadar itu sehingga aku tak percaya sebagai mahluk yang berguna, jiwaku tertekan tertatih merasa tak berguna. Ya Tuhan beri aku satu saja cahayaMu yang abadi sehingga hati yang busuk ini sembuh. Biarkan aku jadi berguna, aku tak ingin jadi sampah dunia sampai aku membusuk di tanahMu. Aku tahu kebenaranMu tapi aku lemah, selemah-lemahnya yang pernah aku rasa, aku tak mampu ambil keputusan.
Disana dibelakangku ada dua orangtuaku aku yang tak mungkin tega dengan mereka, sedang didepan aku sedang diseret diarak dihadapan orang orang yang menunggu bukti ataupun menungguku jatuh, tapi apalah aku sampai saat ini aku tak ada aku kosong, aku masih menjadi buih disepersekian detikMu aku bergelora tapi disepersekian detikMu yang lain aku musnah, berulang-ulang, setidakjelasnya apa maksud hatiku aku yakin Kau pasti mengerti ya Rabbku, beri aku jalan dan langkah ya Tuhan, Berikan aku keberanian. Aku tak mau jadi pemuda penunggu ajal.